Jokowi, Riwayatmu Kini...


Saat pemilu presiden lalu, "Jokowi adalah kita" menjadi slogan amat terkenal. Kini agaknya Jokowi perlu lebih tegas memilih antara "mereka" dan "kita".

Bertubuh kurus kerempeng, rambut yang selalu disisir klimis, kulit hitam manis dan perawakan wajah ‘ndeso’ adalah sosok yang sangat familiar dan sering diperbicangkan oleh banyak orang bahkan seluruh rakyat Indonesia belakangan ini. Ialah Joko Widodo. Ia bukan mantan ABRI, ia bukan lulusan Akademi Kepolisian, ia juga bukan dari kalangan pejabat, apalagi artis, namun ia adalah Presiden kita, Presiden Republik Indonesia. Seorang pria biasa yang ‘hanya’ lulusan sarjana Strata 1 Universitas Gadjah Mada jurusan Ilmu Kehutanan dan sama sekali bertolak belakang dengan mantan Presiden RI belakangan yang diwajibkan memiliki embel-embel atau title gemilang untuk mampu menduduki kursi nomor 1 di negeri khatulistiwa ini. Maka tak heran bila Joko Widodo menjadi sorotan bagi rakyat Indonesia maupun mancanegara.
Sebelum menjabat sebagai Presiden RI ke-7, Joko Widodo atau yang akrab disebut Jokowi dipandang sebagai sosok yang sederhana, ramah, lugu, merakyat, dan bersahaja. Tak jarang Jokowi sering disebut pemimpin dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Ketika ia memutuskan untuk menjadi Calon Presiden RI saat masih memimpin DKI Jakarta, praktis banyak pro dan kontra yang melekat pada diri Jokowi selain karakter yang telah disebutkan diatas. Ada yang mengatakan bahwa Jokowi melepaskan tanggung jawabnya sebagai Gubernur DKI Jakarta, ada pula yang menganggap bahwa Jokowi haus akan jabatan dan kekuasaan. Namun disisi lain, banyak masyarakat yang justru mendukung pencalonan Jokowi sebagai Presiden RI ke-7. “Jokowi kayak gula, euy”, kata salah satu Kompasianer. Ia menganggap bahwa Jokowi adalah sosok yang mampu memberi rasa manis terhadap getir dan pahitnya lika-liku perjalanan bangsa Indonesia.
Dari kalangan anak muda, Jokowi adalah sosok yang peduli terhadap industri kreatif, seperti musik, film, maupun teater. Ia juga sering diperbincangkan di media sosial bahkan sering menjadi trending topic. Analis sosial media Awesometrics, Yustina Tantri mengatakan bahwa percakapan mengenai Jokowi terjadi hampir 10.000 percakapan setiap harinya. Jokowi menjadi satu-satunya figur fresh yang mampu memberikan warna-warni baru bagi dunia perpolitikan Indonesia. Sejalan dengan kalangan anak muda, bagi kalangan dewasa hingga lanjut usia, Jokowi adalah calon pemimpin yang bukan orang kebanyakan. Ia memiliki karisma yang berbeda dari pemimpin-pemimpin sebelumnya. Saat kampanye, image yang terbentuk mengenai Jokowi semakin menjadi-jadi. Blusukan yang menjadi kekhasannya semakin gencar ia geluti. Keseluruhannya ia lakukan untuk membentuk opini publik positif tentang dirinya. Jujur, ayah saya adalah penggemar berat Jokowi. Ia memuji habis-habisan sosok pria kurus yang satu ini, terutama saat debat Calon Presiden terjadi, dimana Jokowi dapat mengalahkan Prabowo lewat janji-janjinya dan hal itu selalu ditayangkan di TV swasta milik Paloh. Praktis, image yang terbentuk mengenai Jokowi semakin positif. Ia menjanjikan akan memberikan 3 kartu sakti, yaitu Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Keluarga Sehat. Ia juga menjanjikan akan meningkatkan stabilitas pangan, meningkatkan perekonomian rakyat kecil, memperkuat lautan Indonesia (Jalesveva Jayamahe), dan tentunya memberantas korupsi hingga keakarnya.
Janji tersebut mujur. Opini publik positif yang telah terbentuk mampu membuat ia terpilih menjadi Presiden RI ke-7 serta dilantik pada Oktober 2014 yang lalu. Dan Februari ini sudah memasuki bulan kelima berjalannya pemerintahan Joko Widodo. Menurut pengamatan saya, opini publik mengenai Jokowi sedikit bergeser kearah negatif. Mengapa dikatakan demikian? Sesungguhnya, selama lebih dari 100 hari pemerintahan Jokowi ini, ia telah menghasilkan banyak program. Dan yang terbaik ialah mengenai Kementerian Kelautan dan Perikanan dibawah Menteri Susi Pudjiastuti yang menenggelamkan kapal-kapal ilegal yang masuk ke perairan Indonesia. Selain itu, dengan tegas Jokowi juga menolak grasi pengedar narkoba yang menyebabkan Indonesia menjadi darurat narkoba. Namun respon publik berubah menjadi amarah dikarenakan Jokowi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak, dimana banyak sekali masyarakat Indonesia yang tidak setuju akan hal itu. Namun secara pribadi, saya mendukung kenaikan harga BBM untuk menutupi hutang negara yang semakin besar sekaligus menyediakan subsidi bagi rakyat kurang mampu. Sebelumnya, publik juga dibuat mengernyitkan dahi karena janji Jokowi untuk membentuk kabinet ramping dan tidak adanya imbalan politik sana-sini belum dipenuhi secara maksimal.
Hal ini juga diperparah dengan diajukannya nama Komjen. Pol. Budi Gunawan sebagai Calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) tunggal oleh Joko Widodo sendiri. Komjen BG ialah salah satu nama yang diberi tanda merah oleh KPK dan PPATK saat pengajuan nama calon Menteri yang akan mengisi Kabinet Kerja.  Rakyat pun marah dan citra Jokowi dimata publik berubah menjadi negatif. Abdee Negara yang dulu menjadi tim sukses Jokowi juga ikut memprotes dan mengatakan bahwa Jokowi tidak boleh mengangkat Komjen BG sebagai Kapolri. Dan tepat sehari sebelum Komjen BG melakukan fit and proper test di DPR, KPK langsung menetapkan Komjem BG sebagai tersangka. Sontak publik marah besar dan meminta pertanggung-jawaban Jokowi terhadap kejadian ini. Selain itu, Istilah Presiden boneka pun semakin melekat pada diri Jokowi. Nampaknya ia lebih tunduk pada partai pendukungnya, terutama Megawati dan Paloh, daripada tunduk pada rakyat Indonesia sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Hal ini diperkuat dengan dilantiknya HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung yang dititipkan dari Parta Nasional Demokrat. Kejadian ini menambah daftar panjang catatan kelam Jokowi selama lima bulan kepemimpinannya. Joko Widodo sebagai individu memang cocok menjadi seorang Presiden yang seharusnya dimiliki rakyat Indonesia, namun yang salah adalah Jokowi memiliki ‘backingan’ atau pendukung yang ternyata kurang pro terhadap rakyat. Seorang pemimpin yang berkualitas adalah pemimpin yang meletakkan kepentingan rakyat diatas kepentingan pribadi maupun kepentingan politik. Jujur, saya merindukan sosok Jokowi yang dulu dimana ia sempat mengatakan di salah satu talkshow Metro TV, “Saya tidak pernah bermimpi menjadi Gubernur, apalagi Presiden. Saya juga tidak haus jabatan. Saat ini saya telah menjadi Presiden untuk rakyat Indonesia, bukan untuk partai politik semata”.
Masih ada hari esok dan esoknya lagi bagi Joko Widodo beserta timnya untuk terus memberikan gagasan-gagasan baru dan inovatif untuk kepentingan rakyat Indonesia. Ingat bahwa opini publik dapat menjadi teman dan bisa pula menjadi lawan. Ketika opini telah terbentuk, maka tembok akan terbentuk dan sulit untuk diketuk apalagi dihancurkan. Oleh sebab itu, Jokowi harus berani merealisasikan janji-janjinya yang memihak pada kepentingan rakyat, dan niscaya kepercayaan publik terhadap Jokowi akan meningkat kembali. Semoga.



Comments

Popular Posts