Yang (Katanya) Lembut Ternyata Berbahaya!
Tahukah
engkau semboyanku? Aku bisa! Dua patah kata yang ringkas itu sudah beberapa
kali mendukung dan membawaku melintasi gunung yang susah dan berat. Kata
"Aku tidak bisa!" melenyapkan rasa berani, namun kalimat "Aku
bisa!" membuat kita mudah mendaki puncak gunung.
(Raden
Ajeng Kartini)
Kalimat
diatas merupakan sepenggal kata-kata bijak yang keluar dari mulut salah satu
pahlawan wanita hebat Indonesia, R.A Kartini. Vadears pasti tahu dong siapa
Kartini itu? Sosok yang begitu lembut nan anggun, namun sangat 'berbahaya'
ketika memperjuangkan haknya sebagai wanita untuk terus menimba pendidikan
setinggi-tingginya.
By
the way, kenapa kita membahas hal yang seperti
ini, ya? Hehehe. Ini bukanlah tanpa sebab. Mungkin selama ini para Vadears
terutama kaum wanita tak menyadari bahwa sering atau bahkan selalu terjadi
diskriminasi terhadap wanita. Contohnya, ketika melihat seorang supir yang
mengemudikan TransJakarta adalah seorang wanita, kita akan memberi prejudice
bahwa "wih, supirnya perempuan, nih. Kok bisa, ya?" Ada juga
saat-saat dimana seorang wanita itu di 'stereotype' kan tidak mampu menjadi
seorang pemimpin. Masa sih? Benarkah di zaman serba modern dan canggih ini
kejadian-kejadian tersebut masih ada? Untuk menjawab rasa penasaran Vadears,
film yang akan kita bahas ini ada korelasinya dengan diskriminasi terhadap
gender saat ini. Dan pada akhirnya, akan ketahuan siapa sesungguhnya wanita
itu. Mau tahu apa filmnya? Serius? Beneran? Miapa? *sok imut*. Daripada
berlama-lama, yuk kita simak baik-baik ya :)
Sesuai
judulnya, akan ada tujuh wanita yang akan bercerita, lewat narasi yang
diurutkan dengan kata-kata terpilih dan terkadang puitis. Vadears ngga hanya
jadi pengamat dalam melihat warna-warni problematika yang dihadapi oleh
masing-masing perempuan tersebut, namun vadears akan diajak untuk terhanyut
dalam kehidupan wanita yang sesungguhnya. Di film ini, penonton akan
diperkenalkan dengan dr. Kartini (Jajang C. Noer), seorang dokter kandungan
yang tiap hari tidak hanya melayani keluh kesah kehamilan pasien perempuannya,
tapi juga secara tidak langsung menjadi tempat curhat. Dokter yang
dikenal peduli dengan nasib kaumnya ini berhadapan dengan antrian masalah dari
beragam latar belakang pasiennya. Dan karena kepeduliannya yang besar terhadap
pasien-pasiennya itu, kehidupan Kartini sendiri jadi jarang diperhatikan.
Dengan kehadiran dokter baru, Rohana (Marcella Zalianty), vadears belakangan
akan mengetahui bahwa Kartini juga punya masa lalu yang disimpannya
rapat-rapat. Kartini sendiri mencoba mengubur hubungan masa lalunya yang penuh
masalah dengan beberapa lelaki berbeda. Inilah sebabnya Kartini selalu skeptis
terhadap makna cinta dan karenanya iapun segan menikah. Rohana mencoba membuka
mata dr. Kartini agar mau membuka hatinya untuk pria yang mencintainya.
"Buat
apa cinta? Kalau perempuan selalu jadi korban?" (dr. Kartini)
Pasien
pertama adalah wanita obesitas yang baru saja menikah. Lastri namanya. Radia
memerankan karakter ini dengan cara yang pas dan unik, yakni karakter wanita
gemuk yang bahagia dalam pernikahannya. Dalam film ini, suaminya yang sangat
mencintainya selalu setia untuk menemaninya berkunjung ke dr. Kartini. Suaminya
juga selalu mengekspresikan rasa cintanya dengan menyukai masakan yang setiap
hari dibuat oleh Lastri. Ketika akhirnya Lastri tahu kalau suaminya dalah aktor
yang handal, maka semua kebahagiaan itu berubah menjadi api yang membara.
Itukah cinta? Miris adanya!
Ningsih
(Patty Sandya) adalah karakter selanjutnya. Dia digambarkan sebagai sosok
wanita karir dengan pekerjaan mapan yang mengharapkan anak dalam kandungannya
ialah bayi laki-laki. Dia bahkan akan berusaha untuk menggugurkan kandungannya
apabila ternyata diketahui bahwa bayi yang ada dalam kandungannya adalah bayi
perempuan. Karakter Ningsih memang hanya muncul beberapa kali dalam film ini,
tapi perannya diakhir cerita mampu membuat ending yang mengesankan. Ningsih
adalah wanita yang kecewa pada suaminya, tapi tidak pernah bermaksud untuk
meminta cerai. Lalu, inikah yang dinamakan cinta?
Olga
Lydia memerankan seorang wanita hamil yang bernama Lili dalam film ini yang
juga seorang wanita keturunan Tionghoa di Indonesia. Dia adalah wanita yang
begitu mencintai suaminya. Luka lebam yang didapatkan karena karakter seksual
yang menyimpang dari suaminya diterimanya bukan sebagai siksaan, tapi malah
sebagai pembuktian cinta yang tulus. Kalau jiwa wanita mampu untuk menerima dan
memaklumi sakit yang diterima raganya dengan tulus ikhlas seperti yang Lili
mampu, itukah namanya cinta? Bagiku itu cinta yang sakit.
Karakter
Yanti yang diperankan oleh Happy Salma adalah karakter yang beberapa
kali diangkat kelayar lebar dengan berbagai gejolak hidupnya. Yanti adalah seorang
pelacur yang setiap malam mangkal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan untuk
bertahan hidup melawan penyakit yang meggerogoti tubuhnya. Yanti punya seorang
lelaki yang mencintainya dengan tulus. Lelaki yang disebutnya anjelo ini setia
menemaninya kemana saja. Anjelo itu bukan nama sang pria loh vadears, namun
anjelo adalah singkatan dari "antar jemput lonte". Nama indah dengan
arti yang menyeramkan. Karakternya boleh saja begitu hina dalam pandangan
masyarakat kita, tapi di dalam film ini, ending kisah Yanti adalah ending kisah
yang indah. Aku tahu ini adalah cinta. Sebuah cinta yang tulus.
![]() |
Yanti |
Rara
(Tamara Tyasmara) punya jalan cerita lain lagi. Gadis kecil yang masih duduk di
bangku sekolah tingkat pertama ini begitu lepas saat menceritakan
tentang hubungan pertamanya dengan sang pacar kepada dr. Kartini. Hubungan
pertama yang membuatnya hamil! Miris memang saat membayangkan bahwa peristiwa
ini bukan hanya terjadi dalam film, tapi juga benar-benar terjadi di dunia
nyata di sekitar kita.
![]() |
Rara |
Ratna
(Intan Kieflie) adalah seorang wanita berjilbab yang solehah. Dia adalah
seorang buruh garmen yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya. Dalam film ini, Ratna diceritakan tengah hamil tua. Suaminya
yang setiap hari sibuk dengan ‘pekerjaannya’ tetap dia layani dengan sebaik
mungkin. Ketika pada akhirnya Ratna harus mengucapkan kata ‘bangsat’ dengan
cara yang tetap lembut pada suaminya, membuat hatiku benar-benar tersentuh.
Lihatlah sebegitu perihnya perasaan wanita saat dia dikhianati. Sampai-sampai
seorang yang bagai bunga indah yang tenang seperti Ratna akhirnya bisa
mengumpatkan sumpah serapah juga. Adegan mengharu biru di akhir cerita bersama
Rara, membuat film ini meninggalkan kesan yang mendalam dihatiku.
Film
7 Hati 7 Cinta 7 Wanita punya semangat perempuan yang tinggi, berteriak keras
untuk berontak dari tradisi film-film Indonesia yang biasanya membatasi ruang
gerak wanita, disini kodrat wanita tidak hanya setia di belakang dapur dan di
ranjang saja. Namun diberi kesempatan lebih leluasa untuk bercerita tentang
apapun yang ada dihati mereka, bercerita tentang cinta dan juga ketika mereka
jadi “korban” cinta itu sendiri. Dimana pada akhirnya, wanita tersebut dapat bertahan dari setiap cobaan yang mereka hadapi. Robby Ertanto pun selaku sutradara menampilkan
isu-isu para perempuan disini agar mudah dicerna tanpa harus menggurui
penontonnya.
So, what's the problem?
Apa yang ada di benak Vadears ketika melihat kejadian-kejadian tersebut? Miris? Sedih? Malu menjadi seorang wanita? Atau justru semakin semangat untuk melawan segala ketimpangan tersebut? Aku pilih yang terakhir! Perjuangan ke-enam wanita diatas menunjukkan betapa kuatnya "kartini-kartini" Indonesia saat ini. Segala hal akan mereka perjuangkan meskipun keadaan tak memihak pada mereka.
Konteks sosial yang terjadi memang begitu miris adanya. Sadarkah kaum pria bahwa wanitalah yang mengandung, mengurus, dan membesarkan mereka? Sadarkah mereka akan hal itu? Aku mengatakan ini bukan untuk menghakimi kaum pria. Namun sikap dominan mereka terhadap wanita itulah yang membuatku tak suka. Memang harus diakui konsep 'equal and just' masih sangat jauh untuk dijadikan kenyataan. Konsep itu masih sebatas angan-angan yang entah kapan akan terasakan.
Coba deh, vadears lihat satu persatu gambaran ke-tujuh wanita diatas. Semuanya adalah korban dari keegoisan pria dan tingginya dominasi mereka dalam kehidupan yang mereka ingin tentukan. Ada yang diselingkuhin, ada yang disiksa, ada pula yang dibodohi. Miris bukan? Jujur, ketika aku menyaksikan film tersebut, rasa marah, kesal, dan 'gregetan' merasuki pikiranku. Ingin rasanya aku mencabik-cabik dan mengoyak daging pria-pria yang menyakiti ke-tujuh wanita tersebut. *padahal ngga bisa*
Vadears, ketika membaca surat kabar atau menyaksikan berita di televisi, pasti akan ada dua atau tiga hari dalam seminggu beberapa media konvensional maupun elektronik yang membuat headline "Istri dibunuh suami karena tak masak makan malam", atau ada juga "Suami menyiksa istri sampai tewas karena dituduh selingkuh". Menakutkan, bukan? Hal-hal semacam inilah yang membuat pria akan semakin berkuasa dalam memimpin segalanya. Tidak semua hal didunia ini harus diurus dan didominasi oleh pria. Iya,kan? *emosi sambil garuk aspal*
"Apa
kekerasan itu adalah cinta? Luka fisik bisa terobati, tapi sebuah penyesalan
takkan terganti jika luka menjadi abadi"
(dr.
Kartini)
Nah,
sesuai dengan kalimat yang diucapkan oleh R.A Kartini di awal tadi mengenai
kalimat "Aku bisa!", haruslah ditanamkan di benak seluruh wanita.
Ketika wanita memiliki tekad, keinginan kuat, dan dengan lantang mengucapkan
"Aku bisa!", maka wanita tidak akan pernah lagi mendapatkan kekerasan
dari kaum pria. Hal inipun terbukti dengan bangkitnya ke-tujuh wanita tersebut
dalam melawan dominasi pria yang membuat mereka menderita. Tak ada lagi tangis,
kekerasan, dan kesedihan yang mereka rasakan dengan bangkit menjadi sosok
'wanita tangguh', bukan 'wanita lugu'.
Woman, Lets's be a Leader!
"Aku
manusia. Aku manusia. Bukan anjing yang bisa ditendang begitu saja"
(Ratna)
(Ratna)
Wanita
ialah ciptaan Tuhan yang mulia. Ketika seorang wanita didiskriminasi oleh pria,
maka pria itu telah menghina Tuhannya sendiri. Selain itu, wanita juga harus
bisa menjadi 'opinion leaders'. Wanita yang notabene dianggap tidak
mampu memimpin, sudah seharusnya kita tangkis. Banyak wanita-wanita hebat yang
berhasil dan sukses dalam memimpin. Contohnya adalah Susi Pudjiastuti yang
tetap lembut namun memiliki tekad yang kuat untuk memimpin. Maka tidak heran
bahwa Susi Air telah menjadi pesawat kargo terbesar di Indonesia
yang melayani penerbangan ke seluruh provinsi di Indonesia. Ada juga Walikota
Surabaya, Tri Rismaharini yang sangat tegas menentang pelanggaran-pelanggaran
terjadi dalam wilayahnya. Selain itu, politisi Rieke Diah Pitaloka juga bisa
dijadikan referensi. See? Banyak kan! Contohlah wanita-wanita hebat
tersebut yang bisa dijadikan sebagai acuan dan motivasi kita untuk hidup. Ibu
atau mama kita juga bisa dijadikan sebagai motivasi para vadears khususnya
wanita untuk terus berjuang.
Film "7 Hati 7 Cinta 7 Wanita"
mengajarkan aku dan vadears, bahwasanya wanita memiliki kodrat yang sama
tingginya dengan pria. Banyaknya intrik dan konflik yang terjadi dalam film ini
mengingatkan kita bahwa wanita adalah kaum pekerja keras. Meskipun wanita
kelihatannya lemah, namun didalam dirinya, wanita adalah sosok yang sangat kuat dan mampu me'manage'
emosi mereka dengan baik. Ketegaran dan tekad yang besar mampu membawa wanita
melewati segala rintangan dan cobaan dalam kehidupan mereka. Oleh sebab itu, ayo! Ciptakanlah "kartini-kartini" hebat lainnya sehingga dunia melihat bahwa wanita yang (katanya) lembut, ternyata juga bisa berbahaya!
"Seperti jarum yang hanya bisa berdiri diantara
pilihannya, ada hati yang terluka dan tersakiti. Namun kejujuran, adalah
cinta"
(7 Hati 7 Cinta 7 Wanita)
(7 Hati 7 Cinta 7 Wanita)
Cheers!
EV
Well Done!
ReplyDelete